🏅 Peran Laki Laki Dalam Keluarga
Sebagaisatu keluarga yang utuh, laki-laki dan perempuan harus mengambil keputusan dan tanggung jawab atas kesehatan reproduksinya. Dengan kata lain, hak dan kewajiban suami istri untuk mengikuti keluarga berencana adalah sama. Tidak menimbulkan diskriminasi dan ketimpangan peran serta tanggung jawab dalam keluarga.
didalamundang-undang perkawinan ditetapkan bahwa peran suami adalah sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga. suami wajib melindungi istri, dan memberikan segala sesuatu sesuai dengan keperluannya, sedangkan kewajiban istri adalah mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya. dengan pembagian peran tersebut, berarti peran
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu. Hai sodara kita akan membahas peran laki" sebagaiaan kaum hawa menganggap kaum adam\\laki". sebiagai manusia yang ingin menang sendiri dan pemalas pengrusak bahkan lebih parahnya laki"di anggap jahat padahal kalau kita ingin merunut sejarah.kaum laki"adalah sosok pemimpin bagi dirinya. keluarga dan negara nya.
Dalampandangan tradisional masyarakat, peran laki-laki adalah sebagai kepala rumah tangga. Peran ini meletakkan tanggung jawab atas pencarian nafkah bagi keluarga pada laki-laki. Perempuan mendapatkan peran sebagai pengurus rumah tangga, sebuah peran yang menekankan tanggung jawab pada manajemen rumah tangga dan perawatan anak (Booth
Salahsatu dampak tidak adanya peran laki-laki dalam kesehatan Ibu dan anak yaitu dapat terjadinya stunting dan kurangnya gizi, mengingat realita yang ada laki-laki memegang pengambilan keputusan dalam rumah tangga, hal ini tentu berimbas pada kualitas keluarga secara luas sebagai unit terkecil di masyarakat.
1 Ayah Mengambil Peran Laki-laki Di Rumah yang Bisa Mendorong Anak Perempuan jadi Pemimpin. Seorang ayah harus bisa mengambil peran laki-laki yang dapat mendampingi, mengajari dengan kesabaran, dan menanamkan nilai-nilai serta kepercayaan diri penting agar anak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik.
Sebaliknyalaki-laki berperan sebagai kepala rumah tangga yang kuat, melindungi keluarga serta memiliki banyak hak istimewa dalam keluarga. Padahal pandangan tersebut merupakan situasi yang berkaitan dengan apa yang disebut dengan Gender. Peran Gender
OlehRepelita Tambunan. Tema Peringatan Hari Ibu (PHI) ke-90 Tahun 2018: "Bersama Meningkatkan Peran Perempuan dan Laki-Laki dalam Membangun Ketahanan Keluarga untuk Kesejahteraan Bangsa" adalah tema yang ditetapkan oleh Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPP-PA).
Salahsatu faktor yang menyebabkan terjadinya pembagian peran secara tradisional adalah karena adanya stereotype akan peran laki-laki dan perempuan. Laki-laki dianggap sebagai sosok yang maskulin, kuat dan dominan sehingga dianggap lebih sesuai untuk bekerja dan bertanggung jawab atas semua keputusan dan kebutuhan rumah tangga.
rWtd. Jakarta - Kemitraan peran gender dalam keluarga merupakan syarat mutlak awal terjadinya pelaksanaan fungsi keluarga. Tugas keluarga akan terasa ringan apabila dikerjakan dengan tulus dan ikhlas disertai dengan perencanaan bersama antara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak PPPA, Yohana Susana Yembise, mengatakan kesetaraan gender merupakan kunci terciptanya keharmonisan dalam keluarga sehingga dapat mendidik anak-anak untuk menjadi sumber daya manusia SDM unggul."Kemitraan peran gender antara suami istri dalam pembagian peran dan pengambilan keputusan akan mempermudah dalam melakukan semua fungsi keluarga. Oleh karena itu, kemitraan peran gender antara suami istri akan membentuk keharmonisan keluarga," kata kesetaraan gender dalam relasi keluarga menjadi salah satu fondasi dalam mewujudkan ketahanan keluarga. Kesetaraan gender dapat dilakukan melalui pembagian peran suami dan istri dalam mengerjakan aktivitas kehidupan keluarga, termasuk praktik pengasuhan dalam rangka perlindungan keluarga diindikasikan sebagai kecukupan dan kesinambungan akses terhadap pendapatan dan sumberdaya, setidaknya untuk memenuhi kebutuhan dasar, termasuk di dalamnya adalah kecukupan akses terhadap pangan, air bersih, pelayanan kesehatan, kesempatan pendidikan, perumahan, waktu untuk berpartisipasi di masyarakat, dan integrasi "Melalui kemitraan gender dalam keluarga, maka tujuan keluarga akan tercapai dengan lebih sistematis, terencana, dan efektif. Jadi, siapa mengerjakan apa disebut sebagai pembagian peran gender dalam keluarga yang berkaitan dengan status, kegiatan, fungsi, tugas, kedudukan, kebutuhan dan tanggung jawab, baik laki-laki maupun perempuan," ujar mengatakan sejumlah pendekatan kesetaraan gender dalam keluarga dapat dilakukan antara lain dengan membiasakan kerja sama dalam menjalankan peran antara anggota keluarga, kerja sama antara anak dan orang tua dalam melakukan tugas, dan kewajiban keluarga, kerja sama antar saudara kandung dalam mengerjakan tugas keluarga sehari-hari, kerja sama anak dengan teman sekolah dan teman tetangga dalam bermain atau bersosialisasi, kerjasama anak dengan keluarga besar dan pihak menggalang kemitraan gender dalam manajemen keuangan, manajemen waktu dan pekerjaan, manajemen rumah dan pekarangan secara terbuka dan transparan, tidak melakukan marginalisasi baik suami atau istri, tidak melakukan subordinasi baik suami atau istri. Dalam mewujudkan kesetaraan gender, maka tidak melakukan labelisasi atau stereotype, baik suami atau istri, tidak melakukan kekerasan baik kepada suami atau istri atau anak, serta tidak mengeksploitasi beban kerja ganda baik kepada suami atau istri.
Melihat lagi pengalaman kita sedari kecil, tentu kebanyakan dari kita ingat bahwa para ibu sibuk dengan urusan rumah tangga seperti mencuci, menyiapkan makanan, memandikan anak dll; sementara para ayah sibuk dengan urusan luar rumah bekerja, bersosialisasi, menghadiri rapat RT dll. Nampaknya, kini peran itu tidak terlalu banyak berubah, meskipun saat ini kesadaran untuk melibatkan laki-laki dalam peran domestik sudah lebih terlihat. Pembagian peran seperti di atas ternyata turut mendorong para orangtua untuk “mengajarkan” bagaimana anak laki-laki dan perempuan seharusnya berperilaku. Sadar atau tak sadar, sengaja atau tak sengaja, kita kerap melihat anak perempuan lebih terlibat dalam urusan domestik ketimbang anak laki-laki. Penelitian yang dilakukan UNICEF pada tahun 2016 menunjukkan bahwa anak perempuan masih melakukan lebih banyak pekerjaan rumah tangga ketimbang anak laki-laki. Di seluruh dunia, anak perempuan usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun menghabiskan waktu 30% dan 50% lebih banyak ketimbang anak laki-laki untuk melakukan pekerjaan domestik. Hal yang lebih buruk terjadi di Timur Tengah, Afrika Utara dan Asia Selatan. Di daerah-daerah tsb anak perempuan usia 5-14 tahun pada setiap minggunya menghabiskan hampir 2 kali lebih banyak waktu mengerjakan tugas domestik dibandingkan anak laki-laki pada kelompok usia tersebut. Sementara anak perempuan membantu urusan rumah tangga, anak laki-laki biasanya bermain atau melakukan aktivitas rekreasional lainnya. Pada beberapa praktik, sekalipun anak laki-laki membantu urusan rumah tangga, mereka biasanya mendapatkan bayaran Covert, 2014. Anak perempuan? Mereka lebih jarang dibayar untuk tugas serupa.* Baca juga Kisah Inspiratif Laki-laki yang Terlibat Pekerjaan Domestik Apa dampaknya? Praktik atau kebiasaan tersebut tentunya memiliki sejumlah dampak. Dampak pertama tentu adanya stereotipe gender yang semakin kuat dalam hal peran domestik untuk perempuan dan peran publik untuk laki-laki. Dari generasi ke generasi kita terus mewarisi praktik ini, terutama karena anak perempuan cenderung mencontoh ibu sementara anak laki-laki mencontoh ayah. Dampak lebih lanjut, dalam dunia kerja pun, perempuan kemudian menemui dampak yang kurang menguntungkan. Sebut saja dalam hal gaji dan pangkat/jabatan. Karena ada anggapan bahwa ranah publik adalah urusan laki-laki, bila ada perempuan ikut serta biasanya sering dianggap sebagai “tim hore” saja. Akibatnya, penghargaan yang diterima oleh perempuan cenderung lebih rendah ketimbang laki-laki di posisi yang sama. Padahal, seringnya perempuan menanggung beban ganda, yakni bekerja di ranah publik, dan tetap bertanggungjawab pada sebagian besar urusan rumah tangga. Masih banyak dampak lain yang ditimbulkan. Bila sekilas dilihat, tampaknya dampak tersebut cenderung merugikan perempuan. Benar nggak sih? Lihat Video Tutorial Memasak dari Istri Tersayang Di sisi lain, sebetulnya apakah ada dampak baik bagi anak laki-laki yang terlibat dalam peran domestik? Ternyata, mendorong anak laki-laki melakukan peran domestik memiliki banyak keuntungan, antara lain Mengajarkan tanggung jawab Dengan meminta mereka untuk merapikan mainan sendiri, membawa piring sendiri ke dapur setelah makan, atau meminta mereka melipat pakaian sendiri ternyata bisa memupuk rasa tanggung jawab. Anak laki-laki pun turut mengembangkan rasa memiliki atas hal-hal yang ada di rumah, Tentu saja hal ini akan terbawa hingga si anak menjadi laki-laki dewasa. Mendukung performa akademis Pada usia sekolah SD, kita melihat performa akademis anak perempuan cenderung lebih baik. Mengapa? Salah satunya karena anak perempuan belajar untuk mengambil tanggung jawab sejak di rumah. Dengan latihan bertanggung jawab atas hal-hal kecil di dalam rumah, anak laki-laki pun bisa menjadi lebih berdaya dan mampu melihat tuntutan/tugas untuk dirinya. Begitu pula di sekolah. Dengan terbiasa mengambil tanggung jawab terhadap beberapa hal di rumah, mereka terlatih untuk memiliki kesadaran dalam mengerjakan PR, tugas di sekolah, dll. Lihat Video Henry Manampiring Laki-laki Berbagi Peran Domestik Mengembangkan empati dan kepekaan sosial Mengajak anak laki-laki berkontribusi bagi pekerjaan domestik turut mendukung perkembangan empati dan kepekaan sosial mereka lho. Mereka bisa belajar untuk saling membantu dan bekerjasama untuk menciptakan lingkungan yang nyaman bagi seluruh anggota keluarga. Tentu saja hal ini dilakukan tanpa perlu membeda-bedakan jenis tugasnya. Bagaimana caranya? Sekarang memang sudah banyak laki-laki yang terlibat dalam tugas domestik, tapi masih butuh partisipasi yang lebih banyak. Sulit sih, apa lagi banyak tantangan seperti iklan-iklan yang bias gender, ilustrasi pada film, peraturan yang belum mendukung hingga kebiasaan dalam lingkungan terdekat sendiri. Lalu, bagaimana cara memulainya? Beberapa hal yang bisa kita lakukan antara lain Ajak anak-anak terutama anak laki-laki terlibat dalam tugas-tugas rumah tangga Mereka bisa diminta untuk merapikan mainan sendiri, membersihkan air yang mereka tumpahkan, mengelap meja sehabis makan, dll. Tentunya kerumitan tugas yang diberikan juga harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan mereka. Ayah dapat menjadi contoh dengan menunjukkan keterlibatannya terlebih dahulu. Ubah mindset cara pikir Kadang para perempuan juga “belajar” untuk berpikir bahwa ranah domestik adalah keahlian mereka, sehingga tidak memandang laki-laki sebagai pihak yang kompeten untuk melakukan tugas-tugas tsb. Nah, mulailah dengan membiarkan anak laki-laki melakukan tugas-tugas domestik tanpa tuntutan atau ekspektasi terlalu tinggi. Beri kesempatan, dan diskusikan pula jika mengalami kesulitan. Jadikan hal ini kebiasaan baru bagi anak laki-laki, sehingga pekerjaan rumah tangga adalah hal lumrah bagi mereka bukan sesuatu yang luar biasa atau memandang rendah ketika mereka melakukannya. Lihat juga Terlepas dari Jerat Budaya Patriarki melalui Masyarakat Peduli Hargai, hargai, hargai Karena tidak terbiasa dengan peran domestik, terkadang anak laki-laki tidak “sempurna” dalam melakukannya. Mengepel kotor sedikit, itu wajar. Memasak tetapi dapur menjadi lebih kotor, itu juga bisa dibicarakan. Intinya, setiap ada upaya untuk terlibat dalam peran domestik atau mengambil tanggung jawab itu, kita perlu apresiasi usahanya. Ketimbang mengatakan, “haduuh, kamu kalau nyuci pasti gak bisa bersih. Sini aku aja!”; lebih baik memberitahu baik-baik apa yang bisa dilakukan. Atau mungkin, dia memang punya caranya sendiri! *Survey yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Junior Achievement and The Allstate Foundation pada tahun 2014 menunjukkan bahwa 67% anak laki-laki dibayar untuk melakukan tugas rumah domestik, sementara hanya 59% anak perempuan yang dibayar untuk melakukan tugas rumah tangga. Studi tersebut juga menemukan bahwa anak perempuan melakukan pekerjaan domestik 2 jam lebih banyak dibandingkan anak laki-laki pada setiap minggunya.[] Penulis Nea Referensi Covert, Bryce. 2014. Why It Matters That Women Do Most of the Housework. Dari Mushimiyimana, D. 2018. Parenting Why your boys should help out with household chores. The New Times Publication. dari UNICEF. 2016. Harnessing the Power of Data for Girls Taking Stock and Looking Ahead to 2030. NY UNICEF
– Menjadi suami dan ayah ideal dalam rumah tangga, tentu menjadi dambaan setiap pria. Meski demikian, tak mudah meraih predikat itu. Butuh ilmu dan kesadaran seorang pria terhadap perannya. Inilah peran seorang pria dalam rumah tangga. “Arrijalu qowwamuna alaa nisaa”, sebuah terjemahan potongan ayat yang menyatakan bahwa laki-laki adalah pemimpin atas wanita. Artinya, laki-laki terlahir sebagai pemimpin atas wanita, termasuk di dalam rumah tangganya. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam bergaul dengan keluarganya dan aku adalah orang yang paling baik dalam bergaul dengan keluargaku.” Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman, “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka laki-laki atas sebahagian yang lain perempuan, dan karena mereka laki-laki telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.” QS an-Nisaa’ 34 Al-Imam Ibnu Katsir berkata tentang tafsir ayat di atas, “Dengan sebab harta yang mereka belanjakan berupa mahar, nafkah dan tanggungan yang Allah subhanahu wa ta’ala wajibkan atas mereka seperti yang tersebut dalam kitab-Nya dan sunnah Nabi-Nya, maka pria lebih utama dari wanita serta memiliki kelebihan dan keunggulan di atas wanita, sehingga pantas menjadi pemimpin bagi wanita, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala artinya, “Para suami memiliki kelebihan satu tingkatan di atas para istri.” Al Baqarah 228. Kemudian Al-Imam Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas, “Para suami memiliki kelebihan satu tingkat di atas para istri yaitu dalam keutamaan, dalam penciptaan, tabiat, kedudukan, keharusan menaati perintahnya dari si istri selama tidak memerintahkan kepada kemungkaran, dalam memberikan infak/belanja.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir pada ayat tersebut. Peranan Suami sebagai Pemimpin Rumah Tangga Sebagai pemimpin rumah tangga, seseorang suami mempunyai kewajiban-kewajiban. Pertama, kewajiban memberi nafkah bagi keluarga istri dan anak-anaknya. Seorang suami berkewajiban memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan bagi keluarganya. Seorang suami wajib menafkahi istri dan anak-anaknya, menyediakan tempat tinggal serta mengadakan pakaian untuk mereka sesuai kemampuannya. Hal ini tidak boleh dilalaikan oleh seorang suami. Dia dijadikan sebagai pemimpin terhadap istri dan anak-anaknya di antaranya karena telah menafkahi mereka. Allah berfirman, “Kaum pria adalah pemimpin bagi kaum wanita, disebabkan Allah telah melebihkan sebagian mereka kaum pria di atas sebagian yang lain dari kaum wanita dan disebabkan kaum pria telah membelanjakan sebagian dari harta mereka.” An Nisa 34. Dalam memenuhi kebutuhan keluarga hendaklah seorang suami mencari nafkah dengan cara yang halal agar diberkahi oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan mendapat pahala karena telah memenuhi kebutuhan keluarganya. Kedua, kewajiban membina dan mendidik mereka. Dalam hal ini Allah menjelaskan dalam firmanNya, “Wahai sekalian orang-orang yang beriman, jagalah selamatkanlah dirimu dan keluargamu dari dahsyatnya an naar api neraka.” At Tahrim 6. Al-Imam As-Sa’di rahimahullah dalam tafsir ayat tersebut berkata, “Tidak akan selamat seorang hamba kecuali jika ia telah menunaikan perintah Allah terhadap dirinya dan terhadap siapa saja yang dibawah tanggung jawabnya dari para istri dan putra-putrinya, serta yang lainnya yang di bawah kewenangan dan pengaturannya.” Lihat Tafsir As Sa’di pada ayat tersebut. Ketiga, kewajiban bergaul dengan mereka secara baik. Hendaknya seorang suami dalam membina keluarganya dengan cara yang baik, lemah lembut dan penuh kasih sayang, bukan dengan kekerasan. Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan dalam firman-Nya artinya, “Bergaullah dengan mereka secara patut.” Kemudian, Al-Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan, “Maniskanlah perkataan kalian terhadap mereka, baguskanlah perbuatan dan penampilan kalian sebagaimana kalian senang jika istri-istri kalian seperti itu, maka berbuatlah engkau untuk dia seperti itu pula.” Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam juga bersabda,”Sesungguhnya tidaklah kelemah-lembutan itu ada pada sesuatu melainkan akan menghiasinya, dan tidaklah kelemah-lembutan itu dicabut darinya melainkan akan menjadikannya jelek.” HR. Muslim no. 4698. Demikian beberapa ulasan mengenai peran laki-laki di dalam sebuah rumah tangga. Kontributor Mufatihatul Islam Editor Muhammad Nashir
peran laki laki dalam keluarga